Ahad, 26 Juli 2015 Hizbut Tahrir Indonesia wilayah Bantul Barat mengadakan Liqa’ Syawal Bersama Keluarga Besar Hizbut Tahrir. Acara yang berlokasi di Pendopo MSH Sembungan ini dihadiri oleh beberapa tokoh Islam Kec. Kasihan, Ustadz/Ustadzah, serta Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu. Acara yang berlangsung ringkas ini dimulai setelah Sholat Ashar sampai sebelum Maghrib. Dengan pemateri utama Ustadz Dwi Condro Triono, Ph.D.
Tema yang dihadirkan masih seputar urgensi penegakan Khilafah, yakni "Bersama Umat Tegakkan Khilafah". Insiden pembakaran Masjid di Tolikara menjadi pembahasan yang diangkat dalam acara halal bi halal yang disupport Tim Kumandang Dakwah HTI Bantul Barat ini.
Masalah ini menjadi besar, lantaran Umat Islam merasakan ketidak adilan pihak-pihak tertentu dalam memberitakan dan menyikapi masalah ini. Mulai dari pemberitaan beberapa media mainstream yang menyebut pembakaran Mushola bukan Masjid, Wakil Presiden yang menyalahkan speaker yang katanya mengganggu, serta Menteri Sosial yang menyantuni pelaku pembakaran Masjid bukan malah korban.
Ust. Dwi Condro Triono, Ph.D, menceritakan bahwa kejadian pembakaran Masjid yang berlangsung saat Sholat Idul Fitri itu, bermula saat umat Islam yang berjumlah kisaran 400 orang yang sedang Sholat, didatangi oleh sekelompok pemuda GIDI. Dengan barang yang sudah persiapan, kelompok yang berjumlah kisaran 500 orang yang didominasi oleh pemuda membakar puluhan ruko milik umat Islam dan sebuah Masjid.
Mengapa umat Islam sering mengalami penindasan dan masalah-masalah serupa lainnya bisa terjadi? “Karena tidak menggunakan standar Islam”, kata Dwi Condro Triono, Ph.D. Negara tidak menggunakan asas Islam.
Mengusung konsep diskusi, setelah pembicara menyampaikan solusi, 2 tamu undangan menyampaikan tanggapan. Mereka menyatakan nada setuju dengan solusi yang disampaikan Hizbut Tahrir tentang penerapan Islam dalam institusi yang disebut Khilafah.
Kemudian Ust. Dwi Condro Triono, Ph.D menanggapi apa yang disampaikan oleh tamu yang menyampaikan tanggapan ke-2. Tamu ini setuju dengan penegakan institusi Khilahah. Tapi menanyakan solusi praktis Hizbut Tahrir dalam masalah ini. Ust. Dwi Condro Triono Ph.D, menjelaskan menyelesaikan masalah hanya sebab saja, tanpa mengetahui akibat, menjadikan masalah akan terus-menerus datang, karena yang menjadi fokus adalah akibat bukan sebab.
Dengan penjelasan berupa analogi, beliau menjelaskan tentang sebuah lantai rumah yang kotor akibat genting yang bocor. Sang pemilik rumah sibuk membersihkan lantai kotor, tanpa membenahi atapnya. Maka masalah akan selalu datang, dalam hal ini lantai yang selalu kotor oleh air hujan.
Begitu juga dengan masalah-masalah yang menimpa umat Islam, sebenarnya masalah utama umat Islam karena tidak adanya Khilafah. Maka dibutuhkan kesadaran bersama, dan bukan hanya tugas hizbut tahrir yang menyadarkan umat tetapi semua elemen umat islam bersama-sama menumbuhkan kesadaran umat tentang urgentnya penerapan syariah dalam bingkai khilafah. Hingga mengerucut menjadi salam perjuangan semua elemen umat.
Kalau dalam perjuangan pra kemerdekaan salamnya adalah “merdeka” maka salam perjuangan umat saat ini adalah “Khilafah”. Karena “Khilafah adalah Jembatan emas menuju masyarakat adil dan makmur dunia akherat.” Tegas Ust. Condro dalam menutup sesi diskusi.
Mengakhiri acara liqa’ syawal, tamu undangan bersalam-salaman dengan tertib dengan rasa kekeluargaan yang begitu terasa. Terpisah antara tamu undangan Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu.
Reporter: Dhico V.
Editor: Anang M.
Foto: Oki Hutama
[www.al-khilafah.org]
Tema yang dihadirkan masih seputar urgensi penegakan Khilafah, yakni "Bersama Umat Tegakkan Khilafah". Insiden pembakaran Masjid di Tolikara menjadi pembahasan yang diangkat dalam acara halal bi halal yang disupport Tim Kumandang Dakwah HTI Bantul Barat ini.
Masalah ini menjadi besar, lantaran Umat Islam merasakan ketidak adilan pihak-pihak tertentu dalam memberitakan dan menyikapi masalah ini. Mulai dari pemberitaan beberapa media mainstream yang menyebut pembakaran Mushola bukan Masjid, Wakil Presiden yang menyalahkan speaker yang katanya mengganggu, serta Menteri Sosial yang menyantuni pelaku pembakaran Masjid bukan malah korban.
Ust. Dwi Condro Triono, Ph.D, menceritakan bahwa kejadian pembakaran Masjid yang berlangsung saat Sholat Idul Fitri itu, bermula saat umat Islam yang berjumlah kisaran 400 orang yang sedang Sholat, didatangi oleh sekelompok pemuda GIDI. Dengan barang yang sudah persiapan, kelompok yang berjumlah kisaran 500 orang yang didominasi oleh pemuda membakar puluhan ruko milik umat Islam dan sebuah Masjid.
Mengapa umat Islam sering mengalami penindasan dan masalah-masalah serupa lainnya bisa terjadi? “Karena tidak menggunakan standar Islam”, kata Dwi Condro Triono, Ph.D. Negara tidak menggunakan asas Islam.
Mengusung konsep diskusi, setelah pembicara menyampaikan solusi, 2 tamu undangan menyampaikan tanggapan. Mereka menyatakan nada setuju dengan solusi yang disampaikan Hizbut Tahrir tentang penerapan Islam dalam institusi yang disebut Khilafah.
Kemudian Ust. Dwi Condro Triono, Ph.D menanggapi apa yang disampaikan oleh tamu yang menyampaikan tanggapan ke-2. Tamu ini setuju dengan penegakan institusi Khilahah. Tapi menanyakan solusi praktis Hizbut Tahrir dalam masalah ini. Ust. Dwi Condro Triono Ph.D, menjelaskan menyelesaikan masalah hanya sebab saja, tanpa mengetahui akibat, menjadikan masalah akan terus-menerus datang, karena yang menjadi fokus adalah akibat bukan sebab.
Dengan penjelasan berupa analogi, beliau menjelaskan tentang sebuah lantai rumah yang kotor akibat genting yang bocor. Sang pemilik rumah sibuk membersihkan lantai kotor, tanpa membenahi atapnya. Maka masalah akan selalu datang, dalam hal ini lantai yang selalu kotor oleh air hujan.
Begitu juga dengan masalah-masalah yang menimpa umat Islam, sebenarnya masalah utama umat Islam karena tidak adanya Khilafah. Maka dibutuhkan kesadaran bersama, dan bukan hanya tugas hizbut tahrir yang menyadarkan umat tetapi semua elemen umat islam bersama-sama menumbuhkan kesadaran umat tentang urgentnya penerapan syariah dalam bingkai khilafah. Hingga mengerucut menjadi salam perjuangan semua elemen umat.
Kalau dalam perjuangan pra kemerdekaan salamnya adalah “merdeka” maka salam perjuangan umat saat ini adalah “Khilafah”. Karena “Khilafah adalah Jembatan emas menuju masyarakat adil dan makmur dunia akherat.” Tegas Ust. Condro dalam menutup sesi diskusi.
Mengakhiri acara liqa’ syawal, tamu undangan bersalam-salaman dengan tertib dengan rasa kekeluargaan yang begitu terasa. Terpisah antara tamu undangan Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu.
Reporter: Dhico V.
Editor: Anang M.
Foto: Oki Hutama
[www.al-khilafah.org]
from Al Khilafah http://ift.tt/1Oxk0Bw
via Al-khilafah.org
0 comments:
Post a Comment