Fatwa BPJS haram yang dikeluarkan MUI kadung menjadi polemik. Rakyat pun dibuat gusar lantaran lembaga rujukan umat Islam ini belakangan menarik kembali fatwa haram tersebut dan menyatakan BPJS belum syariah.
Hizbut Tahrir Indonesia pun sempat membahas persoalan ini dalam beberapa pertemuan. Seperti yang dijelaskan DPP HTI, Ustadz Dwi Chondro Triono Ph.D disela Liqo Syawal yang digelar HTI DPD II Sleman di di Rumah Makan Lesehan Sego Wiwit, Ahad (2/8/2015). Bahkan Ustadz Chondro sempat menyentil BPJS tak lebih seperti arisan tingkat nasional.
Dalam video yang diunggah ke youtube oleh akun al khilafah, Ustadz Chondro mengatakan dalam membahas BPJS maka yang harus dipahami BPJS itu faktanya seperti apa. Dalam kajian Hizbut Tahrir, BPJS itu adalah skemanya murni asuransi konvensional.
Jadi kalau penyelenggaraan murni asuransi itu apa? yang menyelenggarakan itu murni swasta yang ditunjuk pemerintah. Sehingga, jika itu disebut jaminan oleh negara adalah salah besar, sebab negara tidak menjamin apa-apa.
Berarti apa? Itu adalah uangnya rakyat dikelola oleh asuransi untuk kepentingan rakyat lagi. Itu bukan jaminan dari pemerintah, tapi murni asuransi. Maka dari itu katanya, kembalinya pada hukum asal asuransi konvensional.
MUI sebut Chondro sudah membahas asuransi konvensional sejak jaman dahulu. Kalau itu dilihat faktanya sama dengan asuransi, mesti kena tiga kesalahan yaitu maisir, ghoror, riba.
Kenapa ada unsur Maisir atau spekulasi untung-untungan? Karena uang yang rakyat bayarkan itu tidak jelas. Rakyat sakit atau tidak itu kan tidak jelas. Ghoror itu artinya juga gak jelas. Sedangkan riba itu artinya kalau konvensional, uang yang masuk itu kemudian disalurkan lagi kepada pihak-pihak yang mau memutar uang tersebut. Dan BPJS memperoleh bunga dari perputaran uang tersebut.
“Itukan seperti arisan tingkat nasional yang menang satu, kemudian uangnya diputar lagi. Dan BPJS main selisih bunga saja sudah untung,” ujarnya.
Misalnya saja BPJS mengambil selisih 5 persen saja, berapa triliun yang diperoleh BPJS dalam sebulan. Padahal target pengikutnya akan dinaikan menjadi 168 juta. Sehingga wajar jika tiba-tiba MUI mengeluarkan fatwa haram ini akhirnya ribut semua. Karenya, ditekan-tekan akhirnya MUI meralat bahwa MUI tidak mengeluarkan fatwa bahwa BPJS haram, tapi MUI berpendapat BPJS belum sesuai syariat.
“Nah, malah blunder akhirnya,” cetusnya.
Namun belakangan keluar usulan MUI agar ada BPJS Syariah. Jika dalam pandangan Hizbut Tahrir beber Chondro, hal itu tidak akan menyelesaikan masalah. Karena masalah kesehatan dalam pandangan Hizbut Tahrir adalah tanggungjawab negara, rakyat tidak boleh dibebani. Pendidikan, keamanan, kesehatan itu adalah tanggungjawab negara dan tak boleh dibebankan pada rakyat. Sepeser pun tidak boleh diambil dari rakyat.
“Jangankan BPJS, pajak pun tidak boleh kalau dalam Islam. Kewajiban rakyat itu hanya zakat, itupun jika ia Muslim. Jika non muslim itu Jijyah, itu saja, dan itu kecil,” tegasnya.
Jadi dalam konsep Islam urusan yang wajib dipelihara negara dan diberikan secara gratis kepada rakyat itu ada enam, yakni pangan, sandang, papan, pendidikan, keamanan dan kesehatan. “Artinya kalau sampai itu tidak dipelihara, maka khalifah yang bertanggungjawab. Sendirian..!,” ungkapnya. Simak solusi selengkapnya dalam video dibawah ini. [*] [www.al-khilafah.org]
Video bisa dilihat disini http://ift.tt/1KIuYGr
Dokumentasi Audio dan Powerpoint
MP3 : Liqa Syawal HTI DPD II Sleman bersama Ustadz H Dwi Condro Triono Ph.D
PPT : LIQO SYAWAL SLEMAN
Sumber berita : http://ift.tt/1N2VSWP
Hizbut Tahrir Indonesia pun sempat membahas persoalan ini dalam beberapa pertemuan. Seperti yang dijelaskan DPP HTI, Ustadz Dwi Chondro Triono Ph.D disela Liqo Syawal yang digelar HTI DPD II Sleman di di Rumah Makan Lesehan Sego Wiwit, Ahad (2/8/2015). Bahkan Ustadz Chondro sempat menyentil BPJS tak lebih seperti arisan tingkat nasional.
Dalam video yang diunggah ke youtube oleh akun al khilafah, Ustadz Chondro mengatakan dalam membahas BPJS maka yang harus dipahami BPJS itu faktanya seperti apa. Dalam kajian Hizbut Tahrir, BPJS itu adalah skemanya murni asuransi konvensional.
Jadi kalau penyelenggaraan murni asuransi itu apa? yang menyelenggarakan itu murni swasta yang ditunjuk pemerintah. Sehingga, jika itu disebut jaminan oleh negara adalah salah besar, sebab negara tidak menjamin apa-apa.
Berarti apa? Itu adalah uangnya rakyat dikelola oleh asuransi untuk kepentingan rakyat lagi. Itu bukan jaminan dari pemerintah, tapi murni asuransi. Maka dari itu katanya, kembalinya pada hukum asal asuransi konvensional.
MUI sebut Chondro sudah membahas asuransi konvensional sejak jaman dahulu. Kalau itu dilihat faktanya sama dengan asuransi, mesti kena tiga kesalahan yaitu maisir, ghoror, riba.
Kenapa ada unsur Maisir atau spekulasi untung-untungan? Karena uang yang rakyat bayarkan itu tidak jelas. Rakyat sakit atau tidak itu kan tidak jelas. Ghoror itu artinya juga gak jelas. Sedangkan riba itu artinya kalau konvensional, uang yang masuk itu kemudian disalurkan lagi kepada pihak-pihak yang mau memutar uang tersebut. Dan BPJS memperoleh bunga dari perputaran uang tersebut.
“Itukan seperti arisan tingkat nasional yang menang satu, kemudian uangnya diputar lagi. Dan BPJS main selisih bunga saja sudah untung,” ujarnya.
Misalnya saja BPJS mengambil selisih 5 persen saja, berapa triliun yang diperoleh BPJS dalam sebulan. Padahal target pengikutnya akan dinaikan menjadi 168 juta. Sehingga wajar jika tiba-tiba MUI mengeluarkan fatwa haram ini akhirnya ribut semua. Karenya, ditekan-tekan akhirnya MUI meralat bahwa MUI tidak mengeluarkan fatwa bahwa BPJS haram, tapi MUI berpendapat BPJS belum sesuai syariat.
“Nah, malah blunder akhirnya,” cetusnya.
Namun belakangan keluar usulan MUI agar ada BPJS Syariah. Jika dalam pandangan Hizbut Tahrir beber Chondro, hal itu tidak akan menyelesaikan masalah. Karena masalah kesehatan dalam pandangan Hizbut Tahrir adalah tanggungjawab negara, rakyat tidak boleh dibebani. Pendidikan, keamanan, kesehatan itu adalah tanggungjawab negara dan tak boleh dibebankan pada rakyat. Sepeser pun tidak boleh diambil dari rakyat.
“Jangankan BPJS, pajak pun tidak boleh kalau dalam Islam. Kewajiban rakyat itu hanya zakat, itupun jika ia Muslim. Jika non muslim itu Jijyah, itu saja, dan itu kecil,” tegasnya.
Jadi dalam konsep Islam urusan yang wajib dipelihara negara dan diberikan secara gratis kepada rakyat itu ada enam, yakni pangan, sandang, papan, pendidikan, keamanan dan kesehatan. “Artinya kalau sampai itu tidak dipelihara, maka khalifah yang bertanggungjawab. Sendirian..!,” ungkapnya. Simak solusi selengkapnya dalam video dibawah ini. [*] [www.al-khilafah.org]
Video bisa dilihat disini http://ift.tt/1KIuYGr
Dokumentasi Audio dan Powerpoint
MP3 : Liqa Syawal HTI DPD II Sleman bersama Ustadz H Dwi Condro Triono Ph.D
PPT : LIQO SYAWAL SLEMAN
Sumber berita : http://ift.tt/1N2VSWP
Tagged with: berita Download Feature mp3 nasional
from Al Khilafah http://ift.tt/1OYmZ6I
via Al-khilafah.org
0 comments:
Post a Comment